Minggu, 27 Januari 2013

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
 
 
 
AYU FITRIANI WIDYASTUTI
11611323
2SAO1
 
 
 
 
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
 
Kerukunan umat beragama adalah Suatu bentuk sosialisasi yang tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama sendiri adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh.
 
Di samping itu, harus terjadi kerukunan intern umat beragama. Hubungan tak harmonis intern umat beragama pun bisa merusak atau berdampak masyarakat luas yang berbeda agama. Biasanya perbedaan tafsiran terhadap teks kitab suci dan pemahaman teologis dalam agama-agama memunculkan konflik serta perpecahan pada umat seagama. Konflik dan perpecahan yang melebar, bisa mengakibatkan rusaknya tatanan hubungan baik antar manusia, bahkan mengganggu hidup dan kehidupan masyarakat luas. Kerukunan dapat dilakukan dengan cara tidak mengganggu ketertiban umum; tidak memaksa seseorang pindah agama; tidak menyinggung perasaan keagamaan atau ajaran agama dan iman orang yang berbeda agama; dan lain-lain
 
Kerukunan antara umat beragama dan kerukunan intern umat seagama harus juga seiring dengan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Pemerintah adalah lembaga yang berfungsi memberlakukan kebaikan TUHAN Allah kepada manusia; pemelihara ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam kenyataan kesehariannya, seringkali terlihat bahwa, pemerintah dengan politik akomodasinya, bukan bertindak sebagai fasilitator kerukunan umat beragama, tetapi membela salah satu agama. 
 
Macam-Macam Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
  • Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen.
  • Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
 
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
 1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
 2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
 3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
 4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau Pemerintah.
 
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MENURUT PARA AHLI
 
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap “kerukunan” itu ada karena “ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat.

Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.

Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
  1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits). 
  2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
  3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MENURUT SAYA

Di Indonesia yang beragama mayoritas Muslim dan umat beragama lain secara normatif dikenal sebagai masyarakat yang menjalankan agama dengan baik, meskipun sebagian masih tergolong Awam Namun, walaupun awam tetap mengaku beragama, khususnya beragama Islam, serta menunjukkan sikap keagamaan yang baik. Tentu saja dalam konteks standar syariat atau ajaran setiap agama selalu mengalami kesenjangan, bahwa praktik beragama masih belum sama dan sebangun secara ideal dan konsisten. Setidak-tidaknya jiwa dan budaya keagamaan masih cukup kuat mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Realitas kehidupan dan hubungan intern umat beragama dan antarumat beragama sekarang ini sungguh menyakitkan hati. Di tengah musim tawuran atau konflik kepentingan nyaris melanda semua lini vertikal dan horizontal masyarakat dan negara. Maka, umat beragama kurang atau belum begitu berhasil dalam mengkampanyekan atau mempraktikkan perdamaian dan kedamaian. Masyarakat dan negara belum begitu terselamatkan oleh kehadiran umat beragama di Indonesia. Apalagi ditambah dengan kemungkinan hadirnya berbagai racun kehidupan sosial berupa berbagai rekayasa atau desain kejadian tertentu yang diformat untuk tujuan dan target tertentu, yang intinya adalah tidak membuat masa depan Indonesia dalam kedamaian hidup.Ini tentu saja melelahkan. Hidup yang terlalu disibukkan oleh konflik sungguh melelahkan dan sama sekali tidak produktif. Untuk memproduksi kebaikan saja kadang menjadi sulit di tengah situasi dan kondisi yang seperti ini.

Meski demikian, ikhtiar untuk mengatasi realitas yang menyakitkan itu tetap perlu untuk selalu dilakukan. Dan di masyarakat, cukup banyak komunitas atau kelompok yang memilih untuk melakukan ikhtiar seperti itu. Ikhtiar mempersatukan hati yang selama ini terkoyak oleh pemikiran sempit, pandangan sempit, kepentingan sempit dan oleh berbagai rekayasa. Masih ada berbagai alternatif dari ikhtiar-ikhtiar positif itu.Menghadapi kasus-kasus kekerasan antar umat beragama, yang jelas kita harus kembali kepada tuntunan Al-Qur’an. Surat An-Nahl ayat 125, “Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Ayat ini memberikan tuntunan bahwa umat Islam jika harus membantah sesuatu maka tetap dengan cara yang paling bagus.

Banyak contoh dalam kisah Nabi. Misalnya, ketika Nabi dilecehkan, beliau menanggapinya dengan kesabaran yang tinggi. Contoh lain, ketika Nabi Ibrahim berdebat dengan Raja Namrud. Ketika Namrud mengaku sebagai tuhan, Ibrahim menyuruhnya untuk berdebat secara logis. Jika tuhan telah menerbitkan matahari dari arah timur, maka Ibrahim minta kepada Raja Namrud supaya menerbitkan matahari dari arah barat.

Inilah contoh cara yang digunakan para Nabi ketika berdakwah. Menghadapi rintangan tidak boleh ditanggapi dengan jalan kekerasan kecuali jika tidak ada pilihan dan cara lain.
 
.