KERUKUNAN
UMAT BERAGAMA
AYU FITRIANI WIDYASTUTI
11611323
2SAO1
KERUKUNAN
UMAT BERAGAMA
Kerukunan umat beragama adalah Suatu bentuk
sosialisasi yang tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama sendiri
adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi
dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah
hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri
ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu
banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk
agama. Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa
agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha
adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama
tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah
alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita
harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap
menjadi satu kesatuan yang utuh.
Di samping
itu, harus terjadi kerukunan intern umat beragama. Hubungan tak harmonis intern
umat beragama pun bisa merusak atau berdampak masyarakat luas yang berbeda
agama. Biasanya perbedaan tafsiran terhadap teks kitab suci dan pemahaman
teologis dalam agama-agama memunculkan konflik serta perpecahan pada umat seagama.
Konflik dan perpecahan yang melebar, bisa mengakibatkan rusaknya tatanan
hubungan baik antar manusia, bahkan mengganggu hidup dan kehidupan masyarakat
luas. Kerukunan dapat dilakukan dengan cara tidak mengganggu ketertiban umum;
tidak memaksa seseorang pindah agama; tidak menyinggung perasaan keagamaan atau
ajaran agama dan iman orang yang berbeda agama; dan lain-lain
Kerukunan
antara umat beragama dan kerukunan intern umat seagama harus juga seiring
dengan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Pemerintah adalah lembaga
yang berfungsi memberlakukan kebaikan TUHAN Allah kepada manusia; pemelihara
ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam
kenyataan kesehariannya, seringkali terlihat bahwa, pemerintah dengan politik
akomodasinya, bukan bertindak sebagai fasilitator kerukunan umat beragama,
tetapi membela salah satu agama.
Macam-Macam Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
- Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen.
- Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan
dengan;
1. Saling
tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak
memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3.
Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi
peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau
Pemerintah.
Dengan
demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama,
ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MENURUT PARA AHLI
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan
makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan
“kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan,
maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat
manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia
generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan
bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah
dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat
yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah
mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang
sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap “kerukunan”
itu ada karena “ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat.
Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya
seringkali terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum
yang kemudian melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat
dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi,
karena itu menyikapi perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai
penafsiran.
Untuk
menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah
para ahli menetapkan tiga konsep,yaitu :
- Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
- Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
- Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.
Ketiga konsep
di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan
dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan
firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat
relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan
tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam
tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga
tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan
untuk menghilangkannya dan menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling
bertentangan.
KERUKUNAN
UMAT BERAGAMA MENURUT SAYA
Di Indonesia yang beragama mayoritas Muslim dan umat
beragama lain secara normatif dikenal sebagai masyarakat yang menjalankan agama
dengan baik, meskipun sebagian masih tergolong Awam Namun, walaupun awam tetap
mengaku beragama, khususnya beragama Islam, serta menunjukkan sikap keagamaan
yang baik. Tentu saja dalam konteks standar syariat atau ajaran setiap agama
selalu mengalami kesenjangan, bahwa praktik beragama masih belum sama dan
sebangun secara ideal dan konsisten. Setidak-tidaknya jiwa dan budaya keagamaan
masih cukup kuat mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Realitas
kehidupan dan hubungan intern umat beragama dan antarumat beragama sekarang ini
sungguh menyakitkan hati. Di tengah musim tawuran atau konflik kepentingan
nyaris melanda semua lini vertikal dan horizontal masyarakat dan negara. Maka,
umat beragama kurang atau belum begitu berhasil dalam mengkampanyekan atau
mempraktikkan perdamaian dan kedamaian. Masyarakat dan negara belum begitu
terselamatkan oleh kehadiran umat beragama di Indonesia. Apalagi ditambah
dengan kemungkinan hadirnya berbagai racun kehidupan sosial berupa berbagai
rekayasa atau desain kejadian tertentu yang diformat untuk tujuan dan target
tertentu, yang intinya adalah tidak membuat masa depan Indonesia dalam
kedamaian hidup.Ini tentu saja melelahkan. Hidup yang terlalu disibukkan oleh
konflik sungguh melelahkan dan sama sekali tidak produktif. Untuk memproduksi
kebaikan saja kadang menjadi sulit di tengah situasi dan kondisi yang seperti
ini.
Meski demikian, ikhtiar untuk mengatasi realitas
yang menyakitkan itu tetap perlu untuk selalu dilakukan. Dan di masyarakat,
cukup banyak komunitas atau kelompok yang memilih untuk melakukan ikhtiar
seperti itu. Ikhtiar mempersatukan hati yang selama ini terkoyak oleh pemikiran
sempit, pandangan sempit, kepentingan sempit dan oleh berbagai rekayasa. Masih
ada berbagai alternatif dari ikhtiar-ikhtiar positif itu.Menghadapi kasus-kasus
kekerasan antar umat beragama, yang jelas kita harus kembali kepada tuntunan
Al-Qur’an. Surat An-Nahl ayat 125, “Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Ayat ini
memberikan tuntunan bahwa umat Islam jika harus membantah sesuatu maka tetap
dengan cara yang paling bagus.
Banyak contoh dalam kisah Nabi. Misalnya, ketika
Nabi dilecehkan, beliau menanggapinya dengan kesabaran yang tinggi. Contoh
lain, ketika Nabi Ibrahim berdebat dengan Raja Namrud. Ketika Namrud mengaku
sebagai tuhan, Ibrahim menyuruhnya untuk berdebat secara logis. Jika tuhan
telah menerbitkan matahari dari arah timur, maka Ibrahim minta kepada Raja
Namrud supaya menerbitkan matahari dari arah barat.
Inilah contoh cara yang digunakan para Nabi ketika
berdakwah. Menghadapi rintangan tidak boleh ditanggapi dengan jalan kekerasan
kecuali jika tidak ada pilihan dan cara lain.
.
0 komentar:
Posting Komentar